#sablon #BMBXMARYPROJECT #DIY #screenprinting #attire
Episode 8 kita akan membahas tentang perbedaan afdrukan mengunakan polyfilm dan HVS 80 gsm pada pembuatan kaos BMBX MARY.
BMBX Mary Mission adalah proyek Sablon yang mengeksplorasi sejauh mana sablon DIY Rumahan dengan modal kecil dapat menghasilkan kaos yang pernah menjuarai pertandingan sablon kelas Dunia.
Proyek ini adalah kolaborasi antara @ompeiparental dan @tokosablonsps dalam rangka memajukan dan membina UMKM agar bisa menghasilkan kaos berkualitas meski dengan dana dan fasilitas terbatas.
Acara ini akan di upload setiap minggu pada Rabu malam jam 9: 00 waktu indonesia barat.
untuk data:
Whatsapp: Asiah +6287821213334
email: [email protected]
instagram: @Ompei_parental
Facebook: @ompei_parental
script:
Episode 8 hvs vs polyfilm
Yo whatsapp Kembali dengan ompei dan chibbie… yayy
Kali ini kita akan membahas tentang perbedaan pengafdrukan menggunakan HVS yang di balur minyak dan polyfilm dalam pembuatan kaos BMBX MARY. Bagi yang belum tahu BMBX Mary adalah kaos terbaik pada tahun 2016. Mengapa BMBX Mary adalah kaos terbaik di dunia mangga boleh klik link di atas.
Sebelum kita masuk pada pengafdrukan Kaos BMBX Mary menggunkan polyfilm… mari kita bahas dulu tentang Movie Positives. Movie positives atau kalau di dalam Bahasa Indonesia disebut dengan filem saja adalah hasil print yang akan digunakan dalam mengafdruk gambar pada show camouflage. Movie positives adalah lembaran kertas atau polyester yang di print menggunakan tinta electroststic bila menggunakan printer laser, atau tinta inkjet yang berfungsi untuk memblock sinar Extremely violet yang menyinari obat afdruk. Bagian yang terblock dan tidak tersinari UV akan mudah untuk terurai bila disemprot menggunakan air.
Kalau menurut scott fresner pada bukunya Guidelines on how to print tshirts for fun and profit, film positives bisa di bedakan atas alat printnya, yang dibagi atas Remark setter, suatu metode pembuatan filem yang biasa digunakan untuk mencetak majalah karena resolusinya yang bisa melebihi 1200 dpi sampai 2560 dpi. Kemudian yang paling umum adalah laser printer yang menggunakan toner dan suhu panas dalam menghitamkan kertas kalkir, hvs atau kodactrace yang dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan laser acetate. Kemudian ada juga yang disebut Dry Movie arrangement, sebuah alat yang mencetak pada media yang transparan dan tidak buram susu seperti kalkir atau kodactrace. Alat ini tidak menggunakan kimia dan hasilnya mirip dengan image setter, namun resolusi nya hanya hingga 600 dpi tidak sampai 1200 dpi seperti image setter. Alat ini tidak umum di Indonesia mungkin karena harganya yang ada di kisaran $6500 sampai $30.000. Alat berikutnya yang ompei dan chibbie gunakan di parental adalah inkjet printer. Hasil inkjet printer di awal tahun 2000 harus menggunakan kertas plastic khusus yang juga disebut dengan polyester atau polyfilm dan pada awalnya tidak tahan air. Namun di jaman ini printer inkjet seperti Epson L1300 tintanya sudah lebih tahan terhadap minyak dan sangat pekat meskipun pada kertas HVS. Parental pada awal tahun 2001 selalu menggunakan laser printer dan Kalkir dengan gramasi 80gsm. Pada tahun 2010 parental mulai menggunakan HVS dan minyak goreng, bukan karena harganya yang jauh lebih murah, namun karena HVS 80gsm lebih stabil bila terkena suhu panas laserprinter dan abate tidak ada penyusutan. Pada 2015 parental mulai pindah menggunakan inkjet printer Epson L120 A4 dan Epson L1300 A3 di print di atas kertas HVS. Mas Benny Rahardjo mengangkat penggunaan HVS pada bukunya Display camouflage Printing Manual, bahwa tidak di sarankan menggunakan HVS pada kerjaan show camouflage printing official karena kualitasnya kurang baik. HVS memiliki hitam yang tidak pekat dan tidak memiliki transparansi yang baik sehingga mempersulit proses penyinaran. Kertas HVS yang dilumuri minyak juga sangat mudah terkontaminasi oleh debu atau kotoran sehingga butuh pengamatan ekstra setelah melakukan increasing karena rawan menyebabkan pinhole. Namun mas Benny juga mengungkapkan bahwa pernyataan di atas pastinya akan dapat banyak protes show camouflage printer yang terbiasa menggunakan HVS dan pilihan adalah hak masing masing ahli sablon seperti ompei yang selalu mengunakan HVS.
Dalam menentukan kualitas film particular, menurut buku Display camouflage Printing A recent methodology karya Samuel B. Hoff, ada 3 hal utama yang menjadi penentu. Yaitu kualitas kepekatan gambar atau image density, kualitas kepekatan dasar atau film cross density dan yang terakhir adalah option dari hasil print film particular yang di ukur dalam dpi. Samuel menyatakan bahwa kualitas film particular memiliki dampak yang signifikan dalam menentukan kualitas sablonan. Tidak mungkin sablonan akan lebih baik daripada filem yang di cetak. Ia menyatakan garbage in, garbage out yang artinya bila filem nya sudah sampah maka hasil sablonan pun akan menjadi sampah.